UNSUR
ADAT, ETIKA, DAN KEBIASAAN DALAM NOVEL “SITI NURBAYA”
1.
Adat
-
Kawin paksa
“..... Kedua, haruslah orang tua
itu bertanya kepada anaknya, sudahkah ada niatnya hendak kawin? Kalau belun
janganlah dipaksa, supaya jangan menjadi huru-hara kemudian..” (Hal 174)
-
Anak pulang kepada mamak
“.. . Bukankah telah
menjadi adat di sini, anak pulang kepada mamak...” (Hal 230)
-
Laki-laki beristri banyak
“...tiada setuju
dengan adat beristri banyak; karena terlebih banyak kejahatannya daripada
kebaikannya” (Hal 231)
“.... Dalam agama kitapun tiada dilarang
laki-laki beristri lebih dari seorang. Bila kita beranak laki-laki, alangkah
malunya kita, walaupun kita bukan orang berbangsa tinggi sekalipun bila anak
kita itu hanya seorang saja istrinya; sebagai orang yang tidak laku kepada
perempuan” (Hal 231)
-
Kawin pada umur muda
“... Akan tetapi perempuan di
sini, umur tigapuluh tahun , terkadang-kadang telah bercucu....”(Hal 174)
“Ya, tetapi pada sanka perempuan disini, suatu keaiban,
kalau tak kawin muda-muda,sebagai tak laku,”kata Samsu dengan tiba-tiba. (Hal
173)
-
Perkawinan dipandang sebagai
perdagangan
“perkawinan itu dipandang sebagai
perniagaan.... laki-laki dibeli oleh perempuan, sebab perempuan; memberi uang
kepada laki-laki....” (Hal)
2.
Etika
-
Buanglah jauh-jauh niatan buruk
karena itu bisa merugikan diri sendiri dan orang lain
“..... Acap kali datang niatan
jahat yang menggoda hatiku, yaitu hendak membunuh diri, supaya terlepasa
daripada siksaan ini. Akan tetapi, jika datang ingatan kepadamu dan kepada
ayahku, undurlah niatku itu....”(Hal 171)
-
Memperbanyak sabar, tawakal dan
jangan putus asa
“Nur, janganlah ada pikiranmu
yang demikian! Perbangaklah sabarmu dan tawakallah Kepada Allah!......
Janganlah putus asa!” kata Samsu akan membujuk Nurbaya. (Hal 171)
-
Jangan memaksakan kehendak karena
itu akan memberatkan yang bersangkutan
“.... jangan sekali-kali kau
paksa kawin dengan laki-laki yang tiada disukainya. Karena telah kurasai
sendiri sekarang ini, bagaimana sakitnya, susahnya dan tak enaknya....”
-
Janganlah bersenang-senang diatas
penderitaan orang lain
“Tatkala ayahku telah jatuh
miskin, pura-pura kau tolong ia dengan meminjamkan uang kepadanya, tetapi
maksudmu yang sebenarnya hendak menjerumuskannya ke jurang yang terlebih dalam
karena hatimu terlebih bengis daripada setan itu,belum puas lagi.”
3.
Kebiasaan
-
Jodoh dipilihkan orang tua
“... Ketiga, haruslah ditanyakan,
sukakah ia kepada jodohnya itu atau tiada. Yang sebaik-baiknya, tentulah anak
itu sendiri mencari jodohnya....” (Hal 174)
-
Tidak mengindahkan ibunya ketika
sudah beristri
“..... Bila ia telah beristri, tiadalah diindahkannya lagi ibunya.... tidak
hendak mengakui ibu lagi... memusuhi sampai memukul dan menyiksa ibunya
sendiri.”
-
Dimuka rumah, banyak orang yang
duduk bercakap-cakap dengan anak dan istrinya atau sahabat kenalanya,
membicarakan hal-ihwal yang telah lalu atau sesuatu yang akan datang (Hal 189)
4.
Peribahasa
-
Seakan-akan singa yang kelaparan,
hendak menerkam musuhnya
-
Sebagai burung telah lepas dari
penjara dan sekarang harus menyerahkan diri pula, masuk ke dalam sangkarnya
kembali, bertemu dengan algojonya
-
“... kami bukan garam, hancur
kena air...”(Hal 210)